INTEGRITY
It was in lunch time when every of us sitting down and start to chit chat talking about anything. my atheist friend start to question or rather make fun about The prophet Muhammad Pbuh. "Siti dont you think it is wrong having more than one wife ? I am asking you because you are woman I mean does it make a sense believing something that logically it is wrong ? and before I even answer my other Muslim friend saying "yes absolutely wrong, I din't believe either. honestly religion is just bunch of dogma created thousand years ago and yup sometime doesn't make sense..bla..bla..and they start blabbering and sometimes laughing. I tried to answer but it is not the point to explain here.
Once everyone left. I questioned my Muslim friend "are you Muslim.?" he responded "yes" but I am not fanatic. "well, you should not say yes when you are not, you should have integrity of what you believe. declare yourself for what you think right but pretending to be Muslim yet defaming for fame and theme or for the sake of fun absolutely not right for me. be who you are. stand for who you are. be true."
Some woman love to have white skin and blue eyes for the ideal husband as what they dreaming of. but sad thing they tried hard to change themselves and even change the attitude, the style just to uplift the class, matching as much as possible. and even compromise the faith. they don't have integrity, they don't have Principe. goes wherever the wind blows. they don't have character or as people said "they are the moderate"
Integrity in every form of life. whether it is your faith, your work, your family, your friend etc. the sample of above in form of faith. your work.? you may find people who likes to knock down other friend finding mistakes just to show to the boss that they are doing great job. they buttering in front but in the back talking bad about the boss. integrity stand still. they hold on their values whether it is seen or not whether it is appreciated or not they just do what they think it is right. they don't compromise cheating. they don't compromise double face. integrity is choosing your thought and action based on values rather than personal gain
Those people who are fanatic are the people who has integrity. they comitted to what they think is right. whether their perception, their values are wrong to other people opinion yet they are the people who has the integrity. Standing for what is right even if you stand alone.
Fanatisme
Tidak jarang orang mencela sikap fanatisme atau siapa yang fanatik. Celaan itu bisa pada tempatnya dan bisa juga tidak, karena fanatisme dalam pengertian bahasa sebagaimana dikemukakan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: “Keyakinan/ kepercayaan yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama dan sebagainya)”.
Sifat ini bila menghiasi diri seseorang dalam agama dan keyakinannya dapat dibenarkan bahkan terpuji, tetapi ia menjadi tercela jika sikapnya itu mengundangnya melecehkan orang lain dan merebut hak mereka menganut ajaran, kepercayaan atau pendapat yang dipilihnya.
Umat Islam, walaupun dituntut untuk meyakini ajaran Islam, konsisten dan berpegang teguh dengannya, dengan kata lain harus fanatik terhadap ajaran agamanya, namun dalam saat yang sama Islam memerintahkan untuk menyatakan “Lakum dînukum Wa Liya Dîny”/ Buat kamu agamamu dan buat aku agamaku. (Q.S. Al-Kâfirûn [109]: 6).
Bahkan, Rasul saw. diperintahkan oleh Al-Qur’an untuk menyampaikan kepada siapapun yang berbeda kepercayaan bahwa: “…Sesungguhnya kami atau kamu pasti berada di atas kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah: “Kamu tidak akan ditanyai menyangkut dosa yang telah kami perbuat dan kami pun tidak akan ditanyai tentang apa yang kamu perbuat.” (Q.S. Saba’ [34]: 24-25)
Tidak dapat disangkal bahwa setiap penganut agama –termasuk agama Islam– harus meyakini sepenuhnya serta percaya sekukuh mungkin kebenaran anutannya serta kesalahan anutan yang bertentangan dengannya. Namun demikian, hal tersebut tidak menghalangi seorang muslin –dalam konteks interaksi sosial– untuk menyampaikan ketidakemutlakan kebenaran ajaran yang dianutnya dan menyampaikan juga kemungkinan kebenaran pandangan mitra bicaranya.
Perhatikan redaksi ayat di atas yang menyatakan: “Sesungguhnya kami atau kamu pasti berada di atas kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata”. Yakni kepercayaan/ pandangan kita memang berbeda bahkan bertolak belakang, sehingga pasti salah satu diantara kita ada yang benar dan ada pula yang salah. Mungkin kami, yang benar, mungkin juga Anda, dan mungkin kami yang salah dan mungkin juga Anda.
Fanatisme yang terlarang adalah yang diistilahkan oleh Al-Qur’an Hamîyat Al-Jâhiliyah (Q.S. Al-Fath [48]: 26), yakni semangat menggebu-gebu sehingga kehilangan kontrol dan bersikap picik dan angkuh mempertahankan nilai-nilai yang bertentangan dengan kebenaran dan keadilan.
Fanatisme yang terlarang adalah yang diistilahkan oleh Nabi saw. dengan ‘Ashabîyah atau Ta’ashshub. Kata ini terambil dari akar kata yang berarti melilit/ mengikat. Dari sini maknanya berkembang sehingga berarti keluarga/kelompok di mana anggotanya terikat satu dengan yang lain. Keterikatan yang menjadikan mereka sepakat dan seia sekata, kendati kesepakatan itu dalam kebatilan. Masing-masing tampil dengan kukuh membela anggotanya kendati mereka salah.
Inilah yang diingatkan Nabi saw. ketika bersabda: “Bukan dari kelompok kita (ummat Islam) siapa yang mengajak kepada sikap Ashabiyah”. Memang dalam masyarakat yang sakit, sikap demikian merupakan fenomena umum. Sedemikian umum sehingga lahir ungkapan “Right or wrong it’s my country“. Ini serupa dengan ungkapan pada masa Jahilah dahulu “Belalah saudaramu baik dia menganiaya maupun teraniaya“.
Pernah suatu ketika, Nabi Muhammad saw. mengucapkan ungkapan itu dalam konteks memberinya makna yang benar. Sahabat-sahabat beliau yang telah memahami ajaran Islam dengan baik berkomentar: “Yang teraniaya memang wajar dibela, tetapi apakah yang menganiaya juga harus dibela?” Nabi saw. menjawab: “Ya, membelanya adalah dengan menghalanginya melakukan penganiayaan.”
Benar atau salah adalah negeri kita, partai kita, keluarga kita, tetapi jika dia salah kita tidak boleh membiarkan kesalahannya berlarut apalagi merestuinya. Kita berkewajiban meluruskan kesalahan itu dan memperbaikinya, kalau tidak mau dinilai agama sebagai seorang yang fanatik buta. Demikian Wa Allah A’lam. [M. Quraish Shihab]
Copyright © 2014 | Elha Omni Media
No comments:
Post a Comment